Sabtu, 06 Agustus 2011

Prolog dalam Pengantar: KALA RAMADHAN MENYERUPAI PENGAKUAN

Oleh: Muhammad Asqalani eNeSTe

Peraih gelar “Penulis dan Pembaca Puisi Muda Terpuji Riau 2011” disematkan oleh MMG



Untuk apa orang menulis puisi? Untuk apa membukukan puisi? Pengalaman saya pribadi bahwa dari puisi taklah membuat kita kaya (ber-uang), tak juga membuat penulisnya menjadi selebritas mendadak. Lalu untuk apa??? Bagiku “ puisi bukanlah tubuh kita, tapi seluruh tubuh kita adalah puisi “ dalam artian begitu sederhana sekaligus komplek, cobalah lihat tubuh kita sekilas tampak sederhana tapi pada hakikatnya tubuh kita adalah maha karya. Unik dan spesifik.

Ramadhan. Kata klise yang tak asing lagi di pendengaran kita. Tampak sederhana. Ternyata mampu menjadi lautan ispirasi tak bertepi. Setidaknya itulah yang dialami Ichsan Yusuf Ats Tsaqofy dkk dalam buku ini.

Galibnya sebuah antologi para penulis di sini memandang Ramadhan dari berbagai varian. Tentunya hal tersebut berangkat dari apa yang dilihat, didengar, diucapkan atau bahkan dihayalkan pribadi penulis itu sendiri. Serupa memori juga inspirasi.

Seolah sepakat (entah sebuah kebetulan). Penuturan mereka saya rasa menyerupai pengakuan. Ya, pengakuan! Pengakuan atas kerinduan pada ramadhan! Pengakuan atas laku hitam kehidupan atau pangakuan atas kesunyian dari orang-orang tersayang yang terkadang pilu-padan di pendengaran.

Jika saya berkata apa adanya. Sekilas puisi-puisi di sini tampak polos. Jauh dari diksi-diksi tingkat tinggi, tak menyentuh metafora-metafora yang membahana. Kata-kata mereka tampak enteng dan mengalir apa adanya. Mengikuti arah arus hati. Tapi disebalik semua itu tentu ada berbagai kemungkinan yang membuat kita mesti mengapresiasi.”setidaknya” mereka telah berbuat! Dan justru dari kepolosan itu mereka berhasil menelanjangi fitrah manusia, menyangkut hablum minallah dan hablim minannas.kerap kita lupa memanfaatkan ramadhan sebagai meditasi atau perbaikan diri.

“ Ramadhan dan Daun Kenangan” adalah semisal pengabadian kenangan yang tak rela digilas juga ditinggalkan zaman.dapat saya pastikan terhimpunnya puisi-puisi di sini menjadi media reuni mengokohkan kembali taut-taut masa lalu atas carikan kisah yang pernah mereka “telan” semasa di pesantren.

Mereka meyatukan kenangan yang manis juga yang miris tersebut dalam buku yang kemudian dapat dinikmati kala sunyi merambati hati baik itu sunyi raga bahkan sunyi jiwa.

Ichsan Yusuf Ats-Tsaqofy apa yang kamu lakukan ini sungguh memberi makna tersendiri bagi teman-temanmu. Barang kali di mata mereka dapatlah kau dikatakan pahlawan yang tentu TIDAK kesiangan ( hehe…peace! )

Terlepas dari itu saya katakan. “Jadilah diri sendiri!” Jika seseorang bertanya untuk apa menulis pusi? katakan “ Saya punya sejuta harapan yang patut kutuliskan!”.

Dan melewati pengantar minimalis ini dapat saya selipkan harapan yang menguar yang get yang berkobar “Ichsan teruslah bergelayut di dahan kata-kata dan dahan makna!“.

Kawan-kawan teruslah berkarya dan buatlah karya-karya anda labih abadi dari usia yang kelak menasbihkan nama-nama anda untuk di museumkan di hati pembaca.SMOGA!



09-15June2000n11 Kos Cinta Al-Kariem dan Gang Muslimin

Salam tinta! Salam cinta!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar